Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 24 Maret 2016

Prihatin atas Aksi Taksi//Sering Padam//Kiriman Bodong (Surat Pembaca Kompas)

Prihatin atas Aksi Taksi

Saya adalah pelanggan taksi sejak lebih dari 25 tahun lalu. Prioritas saya adalah taksi Blue Bird—kemudian diikuti taksi Express dan lainnya—yang selama ini dikenal aman, tepercaya, dan ramah. Karena itu, saya sungguh prihatin dengan aksi demo pada Selasa (22/3) yang disertai pencegatan, perusakan kendaraan, dan bahkan bentrokan dengan jasa transportasi berbasis online.

Bagaimana mungkin para sopir taksi yang selama ini terkenal baik, ramah, dan sopan menjadi begitu beringas? Betulkah taksi Uber dan Grab yang beroperasi secara online telah memangkas penghasilan mereka?

Kenyataan menunjukkan, jumlah armada Blue Bird meningkat luar biasa belakangan ini. Hampir di setiap wilayah pinggiran ada pool taksi Blue Bird dengan jumlah taksi puluhan hingga ratusan. Seorang sopir taksi pernah bercerita kepada saya, "Saingan saya sekarang bukan taksi lain, tetapi teman-teman saya satu perusahaan."

Saya tidak tahu, berapa jumlah taksi Uber dan Grab sehingga tidak bisa mengukur, betulkah kehadiran taksi online begitu signifikan mengurangi pendapatan sopir taksi konvensional. Akan tetapi yang pasti, kasus taksi konvensional versus taksi online ini harus ditangani secara bijak.

Pemerintah yang terlambat mengantisipasi kehadiran taksi berbasis aplikasi perlu mengkaji kebijakannya seperti yang dituntut: pelat kuning, pajak, batas atas dan bawah argometer, dan seterusnya. Tuntutan yang seharusnya bisa dinegosiasikan manajemen taksi dengan pemerintah, bukan justru mendorong sopir-sopirnya untuk berdemo.

Saatnya pula manajemen taksi berbenah terutama untuk meningkatkan kesejahteraan para sopirnya. Kebijakan setoran besar, misalnya, bukankah bisa dikurangi agar pendapatan sopir meningkat? Sudahkah pula manajemen taksi efisien dan mengadopsi kemajuan teknologi?

Jangan matikan kehadiran produk perkembangan zaman yang menguntungkan konsumen. Buatlah masyarakat aman dan nyaman, apa pun pilihan transportasinya.

ARINI

The Icon, Bumi Serpong Damai

Sering Padam

Aliran listrik di kompleks rumah saya, Mutiara Taman Palem, Cengkareng, bolak-balik padam. Dalam sebulan minimal terjadi sekali. Kamis (17/3), listrik mati lagi, kali ini berlangsung sepanjang pukul 18.00-00.00.

Sungguh tidak setimpal antara kewajiban PLN dan pelanggannya. Apakah pantas, misalnya, PLN setiap tiga bulan menaikkan tarif dasar listrik? Apakah benar PLN selalu merugi seperti yang disiarkan di televisi? Bukankah PLN memonopoli listrik?

Saya pernah tinggal 28 tahun di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, juga hampir 4 tahun di Pesona Anggrek, Bekasi Utara, jarang sekali mati listrik. Namun, belum empat tahun di Cengkareng, listrik sudah bolak-balik padam.

FELIX T

Kompleks Mutiara Taman Palem, Cengkareng Timur

Kiriman Bodong

Dalam perjalanan ke Bandung, Minggu (20/3), masuk panggilan dari istri di rumah. "Papi pesan Gojek bawa Biskuat?"

"Ada orang Gojek antar pesanan, katanya disuruh beli Biskuat Rp 2.000 dan menagih ongkos Rp 10.000, jadi total Rp 12.000," tambahnya.

Saya belum pernah pakai aplikasi go-mart, tetapi tiba-tiba Gojek menagih. Kata istri, di ponsel si pengojek yang bernama Aldi itu, memang ada pesanan tersebut. Penasaran, saya buka ponsel saya. Ternyata benar, ada pesanan nomor 111172648 untuk membelikan sebungkus Biskuat dan bolu pandan 16 gram dari Alfamidi, tetapi di nomor ponsel yang tidak terdaftar di Gojek.

Di rumah kami hanya ada Ibu (92 tahun), saya dan istri, seorang asisten rumah tangga, dan tiga ekor kucing. Semua tidak suka Biskuat. Tak satu pun dari sembilan cucu, yang tinggal bersama kami, kecuali dua yang transit di rumah sepulang sekolah, menunggu orangtuanya.

Bagaimanapun, bisa jadi ini gejala kriminalitas yang memanfaatkan data Gojek. Siapa yang bertanggung jawab, apakah internal Gojek atau pusat datanya dibobol penjahat?

Secara teknologi sulit membuktikan bahwa saya bukan pemesannya, tetapi via teknologi bisa ditelusuri kemungkinan kebocoran data ini. Layanan pelanggan Gojek yang saya hubungi juga tidak bisa menjelaskan. Ia hanya menawarkan blokir dan saya tidak bisa order Gojek lagi.

MOCH S HENDROWIJONO

Taman Meruya Ilir, Jakarta

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Maret 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger