Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 24 Maret 2016

TAJUK RENCANA: Ambisi Menjadi Pemain Regional (Kompas)

Di tengah momentum Masyarakat Ekonomi ASEAN, ambisi bank nasional menjadi pemain regional di industri perbankan ASEAN layak didukung.

Sebagai bank dengan aset dan permodalan terbesar di Indonesia, juga wajar jika Bank Mandiri digadang bisa jadi pionir pemain regional di ASEAN. Sukses tidaknya Bank Mandiri akan menjadi pembuktian konsolidasi perbankan nasional, sekaliguspositioning Indonesia di kancah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Kehadiran bank nasional sebagai pemain regional penting mengingat dengan MEA—untuk sektor perbankan integrasi akan efektif terjadi pada 2020—tak akan ada lagi hambatan bagi masuknya asing, segala bentuk diskriminasi akan dieliminasi dan terjadi harmonisasi regulasi. Ini tantangan berat mengingat ketatnya akses ke perbankan negara lain di ASEAN saat ini dan dominasi asing di perbankan nasional.

Dibandingkan Singapura dan Malaysia yang jauh lebih dulu mengambil peluang dari potensi dan integrasi ekonomi dan keuangan di ASEAN, Indonesia sangat terlambat.

Berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang secara agresif melakukan ekspansi di kawasan ASEAN satu dekade terakhir melalui merger dan akuisisi serta eksis di nyaris seluruh negara ASEAN, selama ini perbankan Indonesia cenderung inward looking. Data ADB pada 2013, tak ada satu pun dari tiga bank terbesar Indonesia yang memiliki cabang di ASEAN, kecuali satu perwakilan BCA di Singapura.

Sementara kebijakan kita yang terlalu liberal yang membolehkan asing memiliki hingga 99 persen saham bank domestik di masa lalu—sebagai perbandingan di Malaysia dibatasi 30 persen dan Singapura 5 persen—menyebabkan asing juga leluasa merangsek ke sektor perbankan dalam negeri, dengan penguasaan sekitar 55 persen saat ini.

Bank pesaing di kawasan, khususnya Singapura dan Malaysia, tak hanya raksasa dari sisi aset, tetapi juga kuat di permodalan, andal menghimpun dana dan menyalurkan kredit, serta memiliki organisasi ramping dan transparan. Hal yang belum dimiliki bank kita. Artinya, tanpa konsolidasi lebih agresif, jangan harap kita bisa meraup potensi di pasar regional, kita justru akan kian tergusur di rumah sendiri.

Upaya penetrasi pasar kawasan juga perlu didukung penguatan struktur di sektor perbankan dalam negeri. Pengaturan kepemilikan asing dalam RUU Perbankan yang masuk dalam Prolegnas 2016 penting keberadaannya untuk menjamin keberadaan asing dalam industri perbankan nasional mampu memberikan manfaat dan nilai tambah bagi masyarakat dan juga perekonomian nasional.

Selama ini, dominasi asing dalam perbankan nasional terbukti justru mempersulit penurunan bunga dalam negeri. Upaya konsolidasi juga terus dipergencar beberapa tahun terakhir, antara lain melalui merger dan akuisisi yang didorong OJK, Single Present Policy BI, serta sinergi bank-bank BUMN lewat pembentukan holding.

Meski demikian, konsolidasi masih jauh dari selesai. Ambisi hadirnya bank lokal sebagai bank internasional sebagaimana ditargetkan BI dalam Arsitektur Perbankan Indonesia masih jauh dari terwujud. Jumlah bank 120 bank saat ini juga masih terlalu banyak, sebagian lemah permodalan dan inefisien.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Ambisi Menjadi Pemain Regional".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger