Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 29 Maret 2016

TAJUK RENCANA: Cerita Lama Berulang (Kompas)

Cerita kerusuhan di Rumah Tahanan Malabero, Kota Bengkulu, Jumat pekan lalu, seperti hanya membaca cerita lama yang terus saja berulang.

Membaca di Pusat Informasi Kompas (PIK), kita mendapati cerita serupa di LP Cipinang pada 2 November 1973 dengan berita berjudul "Keributan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Cipinang". Saat itu, narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang marah dan membakar blok di LP Cipinang. Berita itu juga menunjukkan ada "aktor" di LP Cipinang yang selalu memimpin perlawanan. Cerita serupa masih banyak ditemukan di PIK.

Cerita di Rutan Malabero juga mirip. Kerusuhan terjadi saat petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) akan mengambil napi bernama Edison. Sebagian napi penghuni rutan tidak terima Edison diambil. Mereka marah. Pembakaran terjadi. Kerusuhan pecah dan lima orang tewas.

Membaca cerita di PIK tahun 1973 sampai 2016 tentang kerusuhan di LP sebenarnya berpola sama, selalu diawali dengan perlawanan terhadap petugas. Reaksi pejabat mirip. Over-kapasitas, perlunya pembenahan internal untuk memutus kolusi antara petugas LP dan napi. Relasi kolutif ini menjadikan LP seperti negara dalam negara.

Perlawanan napi lain ketika BNN akan mengambil Edison menarik dicermati. Kenapa ada solidaritas dari napi lain? Apakah ini menunjukkan sentral dan berkuasanya Edison sehingga mendapatkan bantuan dari rekan napi? Pertanyaan berikutnya, jika benar Edison berkuasa, mengapa dia bisa menjadi berwibawa mengalahkan petugas rutan? Mengapa kewibawaan petugas rutan bisa tergerogoti para "penguasa" baru? Itulah pertanyaan yang harus dijawab untuk memutus terjadinya kerusuhan.

Kita tidak ingin jawaban normatif dan klise selalu disampaikan penanggung jawab LP. Isu over-kapasitas adalah isu lama yang disampaikan, tetapi belum ada niat untuk menyelesaikan masalah itu. Pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan Revolusi Mental seharusnya mengubah cara pikir pejabat untuk menyelesaikan masalah yang ada di LP. Kalau memang akar masalahnya adalah over-kapasitas, ya dicarikan solusinya. Bangun LP atau pindahkan ke LP lain yang tidak over-kapasitas.

Meski demikian, kita mau mengatakan masalah besar di LP diawali dengan pelanggaran kecil. Selalu ada toleransi terhadap hal kecil. Selalu ada kerja sama petugas LP dengan napi. Yang menjadi pertanyaan klise, apakah napi boleh membawa telepon genggam. Kalau jawabannya tidak boleh, ya jangan izinkan telepon genggam masuk ke penjara. Ini adalah soal aturan. Aturan tidak boleh dibeli. Ketika aturan sudah bisa dibeli, aparat bisa dibeli, itulah awal malapetaka. Negara tak boleh kalah.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Cerita Lama Berulang".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger