Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 18 Maret 2016

TAJUK RENCANA: Hillary dan Trump (Kompas)

Hasil pemilihan pendahuluan Selasa (15/3) lalu menunjukkan, kandidat capres AS terus mengerucut ke dua nama, Hillary Clinton dan Donald Trump.

Hillary makin jauh meninggalkan rivalnya, Bernard Sanders, dalam pengumpulan delegasi, yaitu 1.568 delegasi berbanding 797 delegasi. Sementara Trump telah mengumpulkan 640 delegasi, meninggalkan rival terdekatnya, Ted Cruz, dengan 405 delegasi.

Pertarungan masih akan berlanjut sampai Juli nanti. Namun, para pengamat memprediksi Hillary dan Trump akan menjadi kandidat terpilih pada pemilihan presiden AS. Seperti apa situasi yang akan terjadi? Jika keduanya betul bertemu, suasana debat dan kampanye bakal panas bahkan "brutal", dan penuh intrik.

Baik Hillary maupun Trump masing-masing memiliki "masa lalu" yang sudah diungkap habis oleh media massa. Sebutlah perselingkuhan suaminya, Bill Clinton, ketika masih menjabat presiden. Juga Trump yang kawin cerai beberapa kali dan pernah bangkrut bisnisnya. Namun, yang terbayangkan adalah gaya Trump yang meledak-ledak dan kasar "menguliti" keburukan Hillary. Pun sebaliknya.

Sampai saat ini pun para petinggi Partai Republik masih bingung menyikapi kemenangan Trump. Mereka resah dengan karakter Trump, tetapi mayoritas warga Republiken menyukainya.

The Economist Intelligence Unit (EIU), instansi penganalisis risiko yang berbasis di London, dalam laporannya (16/3) mengungkapkan sejumlah risiko yang bisa membuat dunia semakin tidak aman. Antara lain, pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang terus melemah, terorisme global yang mengatasnamakan jihad, konflik ala Perang Dingin antara Barat-Rusia, dan Donald Trump.

EIU yang terus memonitor Trump menyebutkan, seandainya Trump terpilih menjadi presiden AS, maka ia akan menjadi "penghambat pertumbuhan global".

Sikap Trump yang tidak bersahabat terhadap perdagangan bebas, anti terhadap Meksiko dan Tiongkok (ia menyebutnya "musuh"), dikhawatirkan akan mempercepat perang dagang. Juga pandangan militeristiknya terhadap Timur Tengah dan sikapnya terhadap Muslim (ia mengusulkan agar warga Muslim dilarang bepergian ke AS), akan meningkatkan ancaman di kawasan ataupun global. Singkatnya, jika Trump terpilih sebagai presiden, akan buruk dampaknya bagi dunia.

Meski demikian, apakah rakyat AS akan mendengarkan kekhawatiran ini? Jika warga Republiken tidak bisa menyetopnya, Hillary Clinton harus mampu meyakinkan warga AS bahwa ia merupakan pilihan yang lebih baik bagi AS dan bagi keamanan global.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Hillary dan Trump".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger