Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 19 Maret 2016

TAJUK RENCANA: Pilkada Serentak: Memperberat Syarat Perseorangan (Kompas)

Gagasan sejumlah politisi DPR untuk memperberat persyaratan bagi calon perseorangan telah memicu kontroversi baru. Polemik pun terjadi.

Pembahasan revisi UU Pemilihan Kepala Daerah menjadi keharusan. Namun, ketika ruang terbuka itu dimanfaatkan untuk memperberat persyaratan calon perseorangan untuk maju dalam pilkada, telah muncul berbagai praduga politik.

Sebagaimana diberitakan Kompas, 15 Maret 2016, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Arif Wibowo, mengatakan, "Syarat dukungan calon perseorangan memang perlu ditinggikan biar lebih kuat legitimasinya." Pandangan serupa juga disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa Lukman Edy yang menyebutkan syarat dukungan calon perseorangan perlu disesuaikan agar berimbang dengan syarat partai politik.

Saat ini, persyaratan calon perseorangan untuk maju dalam pilkada gubernur diatur 6,5 persen-10 persen dari jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) terakhir. Itu adalah putusan terakhir Mahkamah Konstitusi. Persyaratan itu akan dinaikkan DPR menjadi 10 persen-15 persen dari jumlah pemilih atau 15-20 persen dari jumlah pemilih.

Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menolak gagasan DPR. Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbaki yang juga mantan Wakil Ketua KPU menilai, memperberat syarat calon perseorangan merupakan kemunduran demokrasi lokal.

DPR dan pemerintah seyogianya mengacu pada putusan MK. Semangat dari putusan MK itu adalah memperluas partisipasi politik warga negara untuk ikut serta dalam pilkada. Pemerintah dan DPR pun sebaiknya melihat UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang lebih dahulu mengatur soal calon perseorangan. Dalam UU Pemerintahan Aceh, persyaratan calon perseorangan diatur 3 persen dari jumlah pemilih. Yang menjadi pertanyaan, mengapa harus ada pembedaan persyaratan calon perseorangan di Provinsi Aceh dengan di luar Aceh?

Menetapkan persyaratan calon perseorangan memang domain DPR dan pemerintah. Namun, kita berharap revisi UU Pilkada justru dimaksudkan untuk memperluas partisipasi politik warga negara untuk ikut dalam kontestasi pilkada. Semakin banyak kandidat akan mempermudah masyarakat untuk memilih pemimpinnya.

Calon partai politik dan calon perseorangan juga tidak perlu dipertentangkan. Dalam sistem demokrasi, partai politik dibutuhkan. Namun, jantung dari demokrasi itu adalah rakyat itu sendiri. Jika memang ada pemimpin yang dipandang cakap, diusung perseorangan didukung partai politik juga bukan hal tabu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Memperberat Syarat Perseorangan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger