Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 30 Maret 2016

TAJUK RENCANA: Robeknya Kemanusiaan di Lahore (Kompas)

Serangan bom bunuh diri di Lahore, Pakistan, hari Minggu petang, benar-benar merobek-robek nilai-nilai kemanusiaan dan harkat kemanusiaan.

Kita katakan demikian karena pasti korban—paling kurang 71 orang tewas dan sekitar 300 orang lainnya terluka—adalah orang-orang tak bersalah. Bahkan, di antara mereka adalah perempuan dan anak-anak. Kalaupun korban adalah orang bersalah pun, cara-cara pembunuhan seperti itu sungguh di luar batas kemanusiaan. Pembunuhan terhadap orang lain, dengan cara apa pun, tidak bisa dibenarkan. Kita manusia tidak memiliki hak apa pun akan kematian orang lain. Hanya Tuhan yang berhak.

Hingga kini kita tidak bisa mengerti, kita gagal paham, mengapa orang dengan enak, dengan enteng, dengan tidak merasa bersalah, membunuh orang lain yang tidak bersalah sama sekali. Kita selalu bertanya, ideologi, prinsip hidup macam apa yang mereka yakini, mereka pegang, sehingga mereka memilih jalan itu: menjadi pengebom bunuh diri dan membunuh orang lain? Sungguh, sulit dipahami.

Aksi penyerangan dengan menggunakan bom bunuh diri tidak hanya terjadi di Lahore, tetapi juga terjadi di banyak tempat, banyak negara, dengan berbagai alasan. Timur Tengah, misalnya, menjadi tempat aksi seperti itu seperti peristiwa harian. Sulit dipahami.

Di Pakistan, bukan kali ini saja serangan pengebom bunuh diri terjadi. Pada tahun 2014, terjadi serangan bom yang menewaskan 134 murid sekolah. Kekerasan dan pembunuhan seakan menjadi bagian tak terpisahkan dari Pakistan, negeri berpenduduk 188,2 juta itu.

Ada persoalan besar yang hingga kini belum bisa diselesaikan di negara itu, termasuk bagaimana mempersatukan seluruh komponen bangsa, tidak peduli latar belakang mereka: entah agama, etnis, budaya, dan sebagainya. Agama menjadi bagian penting dalam kehidupan sebagian besar rakyat Pakistan. Namun, justru di sini kita bertanya: apa sumbangan agama bagi kemanusiaan dan peradaban manusia kalau karena perbedaan agamalah yang menjadi salah satu pemicu kekerasan, pertumpahan darah, pemicu kebencian satu pihak dan pihak lain?

Memang, ada problem politik, ekonomi, keamanan, dan kultural di negeri itu. Namun, harus diakui bahwa perbedaan agama yang dianut rakyatnya—meskipun korban serangan bom Paskah di Lahore juga umat Muslim, tidak hanya Kristen—lebih tepatnya masalah penghayatan dan praksis agama menjadi persoalan besar di negeri itu.

Melihat tragedi di Lahore, kita, bangsa Indonesia, pantas bersyukur bahwa saling menghormati, toleransi antar-umat beragama, masih cukup kuat meski kadang ada percikan-percikan kecil. Karena itu, adalah sangat penting untuk merawat dan menghidup-hidupi hidup kita sebagai satu saudara sebangsa dan setanah air; sebagai orang beriman untuk membangun kebersamaan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Robeknya Kemanusiaan di Lahore".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger