Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 04 Juli 2017

TAJUK RENCANA: Eksistensi Kelompok Ekstrem (Kompas)

Bom di Damaskus tidak hanya menunjukkan eksistensi kelom- pok ekstrem di Suriah, tetapi juga penolakan terhadap upaya damai yang disponsori Rusia.

Menggunakan tiga mobil, pelaku meledakkan diri di ibu kota Suriah itu, Minggu (2/7). Sedikitnya 19 orang tewas dan puluhan warga luka-luka. Berbeda dengan bom yang menyerang Damaskus, Maret 2017, belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan yang terjadi pada hari pertama kerja setelah libur Lebaran ini.

Selama perang saudara berlangsung sejak 2011, Damaskus yang menjadi tempat tinggal Presiden Bashar al-Assad sepenuhnya dikontrol pemerintah. Namun, pada Maret 2017, dua bom meledak di Damaskus yang menyebabkan sedikitnya 70 orang tewas.

Satu bom meledak di pekuburan Bab al-Saghir menyebabkan 40 orang tewas, mayoritas warga Syiah. Satu bom lain menyerang kompleks pengadilan yang menewaskan 30 warga. Bom di kompleks pemakaman diklaim dilakukan oleh jihadis yang berafiliasi dengan Al Qaeda, sedangkan di kompleks pengadilan diklaim dilakukan oleh Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).

Tidak seperti biasanya, Presiden Assad dalam sepekan terakhir mulai sering tampil di depan umum. Dalam beberapa bulan terakhir, Suriah dibantu Rusia dan Iran terus menyerang basis-basis kelompok perlawanan. Inilah yang antara lain meningkatkan kepercayaan diri Presiden Assad hingga mau tampil di depan umum.

Atas prakarsa Rusia, pembicaraan damai terus digelar di Astana, ibu kota Kazakhstan. Bahkan, serangan bom pada hari Minggu kemarin hanya sehari sebelum pembicaraan damai yang akan membahas perluasan de-eskalasi wilayah pertempuran. Pejabat Rusia menyatakan, pembicaraan juga akan membahas perombakan Komisi Rekonsiliasi Nasional Suriah.

Lebih dari separuh penduduk Suriah yang berjumlah sekitar 22 juta jiwa kehilangan tempat tinggal sejak perang saudara berkecamuk pada 2011. Dan, jutaan warga harus mengungsi ke beberapa negara tetangga Suriah.

Presiden Assad berusaha mengontrol beberapa kota yang berpenduduk banyak. Namun, upaya itu membutuhkan biaya besar dan beberapa kota itu mengalami kerusakan yang parah.

Mungkin merasa kalah di meja perundingan serta dari gempuran Rusia dan aliansinya, kelompok ekstrem di Suriah berusaha menunjukkan eksistensi dengan melancarkan serangan ke Damaskus. Mereka menolak upaya damai yang disponsori Rusia karena terbukti melemahkan mereka secara politik dan diplomasi.

Kita berpendapat, pembicaraan damai merupakan jalan terbaik untuk mencapai perdamaian mengingat sedikitnya 400.000 korban tewas selama perang saudara ini.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Eksistensi Kelompok Ekstrem".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger